Jumat, 25 Maret 2011

Kepadatan dan Kesesakan

konsep fenomena perilaku manusia

(kepadatan dan kesesakan)


Melihat dari berbagai aspek yang ada, baik kita lihat secara langsung ataupun melalui media informasi, baik cetak maupun media elektronik, diketahui bahwa betapa fenomena hidup yang ada diperkotaan mulai mengalami kepadatan dan kesesakan yang dipengaruhi oleh suara gaduh, keadaan iklim atau suhu, polusi, suasana lingkungan serta karakteristik setting (tipe rumah) sedikit banyak mempengaruhi ruang gerak masyarakat.


Salah satu contoh adanya kepadatan dan kesesakan adalah lingkungan kota yang dipadati oleh kedatangan masyarakat desa ke kota yang mengakibatkan banyaknya pengangguran dan gelandangan, kekumuhan atau kepadatan suatu tempat tinggal. Hal ini terjadi karena tidak memiliki pekerjaan dan rumah disebabkan karena sudah terlalu padatnya suatu perusahaan, wilayah atau pemukiman dengan jumlah pekerja atau jika pun mereka memiliki rumah penghuninya telah memadati suatu luas ruangan yang tersedia seperti misalnya yaitu keadaan rumah susun atau terpaksa dibuatnya rumah kardus di pinggir jalan.


Kepadatan dan kesesakan ini yang akhirnya menimbulkan perasaan kurang nyaman, stress, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat dan bahkan juga gangguan mental yang serius. Bila timbul gangguan terhadap kebebasan berperilaku, maka orang akan cenderung membentuk semacam sikap penolakan psikologis. Hal tersebut berhubungan dengan campur tangan sosial atau hambatan – hambatan terhadap perilaku yang berupa aktivitas – aktivitas dari orang – orang di lingkungan sekitar. Individu akan mengatasi situasi tersebut secara kognisi maupun tercetus dalam bentuk perilaku, misalnya dengan mencari lingkungan baru atau hanya sekedar memanipulasi lingkungan yang lama seperti dilakukannya program transmigrasi oleh pemerintah.


Mengapa dalam dalam kehidupan masyarakat pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat memperburuk keadaan akibat kesesakan dan kepadatan ??


Ø Definisi kepadatan


Menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981) kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan. Sedangkan (Holahan, 1982; Heimstra dan Mc Farling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978) menjelaskan kepadatan adalah sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik.


Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).


Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh Jhon Calhoun. Penelitian Calhoun (dalam Worchel dan Cooper, 1983) ini bertujuan untuk mengetahui dampak negative kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus. Hasil penelitian menunjukkan adanya perilaku kanibal pada tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus. Secara rinci hasil penelitian Calhoun (dalam Setiadi, 1991) menunjukkan :

- Dalam jumlah yang tidak padat kondisi tikus berjalan normal. Tikus tersebut dapat melaksanakan perkawinan, membuat sarang, melahirkan dan membesarkan anak.

- Dalam kondisi kepadatan tinggi dengan pertumbuhan populasi yang tidak terkendali ternyata memberikan dampak negatif, seperti terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati dan jaringan kelenjar sehingga menyebabkan penurunan kesehatan, sakit, mati dan penurunan populasi serta terjadi penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual dan perilaku kanibal.


Sedangkan penelitian terhadap manusia yang dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mengenai bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi, bagaimana dampak kepadatan terhadap tingkah laku sosial serta bagimana dampak terhadap kinerja tugas, memperlihatkan hasil sebagai berikut :

- Ketidaknyamanan dan kecemasan. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.

- Peningkatan agresifitas pada anak dan orang dewasa, berdiam diri atau murung jika kepadatan tinggi sekali, serta kehilangan minat berkomunikasi, bekerjasama dan tolong-menolong sesame anggota kelompok.

- Terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan, penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.


Menurut Altman (1975), Heimstra dan Mc Farling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan (tetapi bukan satu-satunya syarat).


Akibat kepadatan


Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan dampak kepada manusia baik secara fisik, sosial dan psikis. Akibat secara fisik yaitu peningkatan detak jantung dan tekanan darah serta penyakit fisik lainnya (Heimstra dan Mc Farling, 1978).


Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan Mc Farling, 1978; Gifford, 1987).


Sedangkan akibat secara psikis antara lain :

- Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas dan stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).

- Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan Mc Farling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1987).

- Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan, 1982; Fisher dkk, 1984).

- Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).

- Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan Mc Farling, 1978; Holahan, 1982).


Ø Definisi kesesakan


Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.


Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan kesesakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding) dan kesesakan sosial (social crowding). Kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, sedangkan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak.


Stokols juga membedakan antara kesesakan molar dan kesesakan molekuler. Kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas seperti populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.


Berdasar penjelasan-penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.


Faktor yang mempengaruhi kesesakan


- Faktor personal. Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control, budaya, pengalaman, proses adaptasi serta jenis kelamin dan usia.

- Faktor sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah di miliki. Akan tetapi pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan.

- Faktor fisik. Gove dan hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah.


Teori – teori kesesakan


1. Teori beban stimulus


Teori ini berpandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek – aspek interaksinya, maupun kondisi – kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial (Schmidt and Keating, 1979)


2. Teori Ekologi


Micklin
(dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat – sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi memfokuskan pada hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu dan organisasi sosial yang memegang peranan penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber – sumber material dan sosial.


3. Teori Kendala Perilaku


Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat. Bila timbulnya gangguan terhadap kebebasan berperilaku, maka orang akan cenderung membentuk semacam sikap penolakan psikologis. Hal tersebut berhubungan dengan campur tangan sosial atau hambatan – hambatan terhadap perilaku yang berupa aktivitas – aktivitas dari orang – orang di lingkungan sekitar. Individu akan mengatasi situasi tersebut secara kognisi maupun tercetus dalam bentuk perilaku, misalnya dengan mencari lingkungan baru atau hanya sekedar memanipulasi lingkungan yang lama.


Pengaruh kesesakan terhadap perilaku


Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negatif tergantung dari situasinya.


Pengaruh negatif kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fisiologis dan hubungan sosial individu. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stress, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat dan bahkan juga gangguan mental yang serius.


Individu yang berada dalam kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatik dan penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).


Perilaku sosial yang sering kali timbul karena situasi kesesakan antara lain adalah kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan, 1982).


Fisher dan Birney (dalam Watson dkk, 1984) menemukan bahwa kesesakan dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan menyelesaikan tugas yang kompleks menurunkan perilaku sosial, ketidaknyamanan dan berpengaruh negatif terhadapa kesehatan dan menaikan gejolak fisik seperti naiknya tekanan darah.


Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka dapat diketahui mengapa dalam dalam kehidupan masyarakat pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat memperburuk keadaan akibat kesesakan dan kepadatan ?? hal ini dikarenakan perilaku terbentuk karena pengaruh umpan balik (pengaruh positif dan negatif). Seperti yang dijelaskan dalam teori ekologi dan beban stimulus, di mana teori ini berpandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek – aspek interaksinya, maupun kondisi – kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial.


Bila timbulnya gangguan terhadap kebebasan berperilaku, maka orang akan cenderung membentuk semacam sikap penolakan psikologis. Hal tersebut berhubungan dengan campur tangan sosial atau hambatan – hambatan terhadap perilaku yang berupa aktivitas – aktivitas dari orang – orang di lingkungan sekitar. Individu akan mengatasi situasi tersebut secara kognisi maupun tercetus dalam bentuk perilaku, misalnya dengan mencari lingkungan baru atau hanya sekedar memanipulasi lingkungan yang lama.


Universitas Sumatra Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-hasnida2.pdf. 25 Maret 2011 01.49

Prabowo, hendro. 1998. Arsitektur, psikologi dan masyarakat. Depok : Gunadarma.